Model Tata Kelola Keuangan Perguruan Tinggi: Dampak pada Anggaran

Dalam sistem pendidikan tinggi, Model Tata Kelola keuangan memegang peranan krusial dalam menentukan alokasi dan pemanfaatan anggaran. Struktur ini tidak hanya memengaruhi operasional institusi, tetapi juga secara langsung berdampak pada mahasiswa, baik dari segi biaya pendidikan maupun kualitas layanan yang diterima. Artikel ini akan mengulas berbagai Model Tata Kelola keuangan perguruan tinggi dan implikasinya terhadap anggaran.

Di Indonesia, perguruan tinggi negeri (PTN) mengadopsi beberapa Model Tata Kelola keuangan yang berbeda, yaitu Perguruan Tinggi Negeri Satuan Kerja (PTN Satker), Badan Layanan Umum (BLU), dan Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN BH). Setiap model memiliki tingkat otonomi finansial yang berbeda, yang pada gilirannya akan memengaruhi fleksibilitas dalam pengelolaan anggaran dan sumber pendapatan.

PTN Satker beroperasi layaknya unit kerja kementerian pada umumnya, di mana seluruh penerimaan langsung disetorkan ke kas negara dan pengeluaran harus sesuai dengan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang telah ditetapkan. Model ini memberikan sedikit ruang bagi universitas untuk berinovasi dalam mencari sumber pendapatan lain, sehingga sangat bergantung pada alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dampaknya, fleksibilitas dalam pengembangan program studi atau peningkatan fasilitas bisa jadi terbatas.

Berbeda dengan Satker, PTN BLU diberikan fleksibilitas lebih dalam mengelola pendapatannya sendiri, asalkan tetap mengikuti prinsip efisiensi dan produktivitas. Pendapatan yang diperoleh dari layanan pendidikan atau riset dapat digunakan langsung untuk operasional tanpa harus disetorkan ke kas negara terlebih dahulu. Model Tata Kelola BLU ini memungkinkan perguruan tinggi untuk lebih mandiri secara finansial dan merespons kebutuhan pasar, yang berpotensi meningkatkan kualitas layanan dan pengembangan akademik.

Sementara itu, PTN BH memiliki otonomi paling luas, serupa dengan korporasi. Mereka memiliki keleluasaan dalam mengelola aset, menentukan tarif layanan, dan mencari sumber pendanaan dari berbagai pihak, termasuk kerja sama industri dan investasi. Otonomi finansial yang tinggi ini diharapkan dapat mendorong perguruan tinggi untuk menjadi lebih inovatif dan kompetitif. Namun, di sisi lain, otonomi ini juga berpotensi menyebabkan kenaikan Biaya Kuliah, yang bisa menjadi tantangan bagi keterjangkauan mahasiswa.

Sebagai contoh, pada pertemuan rutin yang diadakan oleh Asosiasi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (APTNBH) pada hari Kamis, 18 Juli 2024, pukul 14.00 WIB, di Ruang Rapat Senat Akademik Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, dibahas mengenai strategi pengelolaan dana abadi dan diversifikasi sumber pendapatan untuk menopang pengembangan akademik. Pertemuan tersebut dihadiri oleh para rektor PTN BH dan perwakilan dari Kementerian Keuangan, Bapak Dr. Ir. Hadiwijaya, M.Sc. Pemahaman tentang berbagai Model Tata Kelola ini sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang tepat guna mendukung pendidikan tinggi yang berkualitas dan terjangkau.