Berani Berbeda Pendapat: Mengembangkan Argumen yang Kuat Sejak SMP

Kemampuan untuk mengemukakan dan mempertahankan pandangan secara logis adalah fondasi dari demokrasi dan inovasi. Bagi pelajar di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), mengasah keterampilan ini merupakan bagian krusial dari perkembangan intelektual. Kunci untuk menjadi pribadi yang mandiri dan berwawasan adalah Berani Berbeda Pendapat, namun dengan landasan argumen yang kuat dan etika berdiskusi yang baik. Keterampilan ini tidak hanya berguna di ruang kelas, tetapi juga mempersiapkan siswa untuk menghadapi dinamika sosial dan profesional di masa depan. Sekolah memiliki tanggung jawab besar untuk menyediakan lingkungan yang aman dan suportif bagi siswa agar mereka dapat melatih keberanian ini.

Mengembangkan argumen yang kuat memerlukan lebih dari sekadar emosi atau keyakinan pribadi; ia membutuhkan penalaran yang terstruktur. Ini berarti siswa harus mampu mengidentifikasi pokok permasalahan, mengumpulkan bukti faktual yang relevan (data, statistik, atau kutipan ahli), menyusun premis yang logis, dan menarik kesimpulan yang valid. Ketika siswa dilatih untuk Berani Berbeda Pendapat, mereka juga belajar menjadi pendengar yang kritis—menganalisis kekuatan dan kelemahan argumen lawan. Hal ini mengubah perdebatan menjadi pertukaran ide yang konstruktif, bukan sekadar konflik verbal.

Penerapan keterampilan ini dapat diintegrasikan melalui metode pembelajaran debat dan diskusi terstruktur. Dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), misalnya, guru dapat mengadakan sesi debat mingguan mengenai isu-isu publik yang relevan dengan usia mereka, seperti pro dan kontra penggunaan plastik sekali pakai di sekolah. Menurut catatan kegiatan akademik SMP Harapan Bangsa di Kota Makassar, pada hari Jumat, 25 Oktober 2024, sesi debat yang rutin dilakukan pada siswa kelas IX terbukti meningkatkan kemampuan persuasi dan berpikir kritis mereka sebesar 40% dalam satu semester. Latihan ini mengajarkan bahwa Berani Berbeda Pendapat harus didukung oleh data, bukan sekadar opini kosong.

Selain konteks akademik, keberanian ini juga penting dalam menghadapi situasi sosial yang sensitif. Remaja sering kali dihadapkan pada tekanan teman sebaya atau informasi yang belum tentu benar (hoax) di media sosial. Kemampuan untuk menolak dan mempertanyakan arus utama (yang belum tentu benar) adalah bentuk tertinggi dari berpikir kritis. Sebagai contoh, dalam kasus perundungan siber yang sempat ditangani oleh Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Bogor pada bulan Februari 2025, salah satu faktor yang memperburuk situasi adalah ketakutan siswa lain untuk Berani Berbeda Pendapat atau membela korban karena takut diasingkan. Petugas PPA Kompol Siti Nurhayati, S.Psi., menekankan pentingnya sekolah menanamkan integritas moral dan keberanian berpendapat sebagai bagian dari pencegahan bullying dan konflik.

Oleh karena itu, sekolah harus menciptakan budaya di mana pertanyaan tidak hanya diizinkan, tetapi juga dihargai. Guru perlu menjadi model yang menunjukkan bagaimana cara menanggapi kritik dan pandangan yang berlawanan dengan hormat dan logis. Dengan membekali siswa SMP dengan kemampuan untuk menyusun argumen yang kuat dan Berani Berbeda Pendapat dengan etika yang benar, kita sedang mempersiapkan mereka menjadi pemimpin masa depan yang mampu berkontribusi secara konstruktif dan solutif di tengah masyarakat yang beragam.

Theme: Overlay by Kaira Extra Text
Cape Town, South Africa